Puisi Pyan yang kita (kami?) suka

Rimau wrote in his blog:

It was a long distant love affair in the beginning. They went through trials and tribulations but love prevails.

When he missed her, he would write a letter with this poem attached:

Saat itu resah terjadi
Aku tiba-tiba seakan ingin memanggil namamu
Tatkala itu aku merasa himbauan
Sesuatu yang dalam
Senda apakah yang ingin kau beri
Duka apakah yang paling abadi
Dari sepi yang berabad ku ini

--------------------------------Pyan Habib

Kebetulan. Dua tiga hari lepas. Puan Tut puji aku dan aku SMSkan bait-bait puisi Pyan kepadanya:

...kalau suka, okay!
Tapi jangan puja!
Aku bukan api,
atau engkau Majusi...

"Puji dengan puja tak samakan? Kan? Kan?" Ha ha. Ya ya, tak sama KOMA

Aku tidak dapat mengingatnya semua. Cuma puing-puing. Tapi, puisi PERAWAN yang satu ini aku ingat sungguh dan rinci:

Alangkah nikmatnya jika waktu-waktu begini aku bersamamu di kamar yang peratusnya adalah kesenyapam.

Sambil memetik-metik hujung jari-jarimu mengulit membelai mimpi di ranjang.

Engkaupun menakluki keakuanku dan meleburnya tanpa rasa kesangsian. Degup jantungmu umpama hentakan tapak-tapak kuda. Malulah aku untuk menceritakan tentang harum tubuhmu itu.
--------------------------------Pyan Habib

NOTA KAKI BANGKU: Aku bukanlah seorang PEmuisi. Aku... Aku seorang PElupa! Bahkan dengan meletakkan entry puisi ini aku sudah dikira melanggar pantang! (Maklumlah, naga kalau langgar pantang boleh jadi pulau.)